Menerka maksud tuhan #1

Istimewa

Kita tidak bisa memilih. Terlahir sebagai apa. Dikeluarga golongan apa. Bentuk Fisik yang seperti apa. Harus menjalani skenario hidup yang bagaimana. Padahal sebelumnya manusia (Adam & Hawa) sudah bahagia bersemayam di surga. dengan segala hal yg sudah serba ideal. Tanpa problem.

Barangkali Tuhan tidak ingin manusia langsung mendapat kenikmatan tanpa sebuah usaha. Maka itu Dia pindah manusia dari surga ke dunia. Sebuah tempat yang berisi problem set maha kompleks. Di tempat itu manusia dipaksa berpindah dari satu problem ke problem lain. Diberikan akal, nafsu dan hati sebagai bekal menjalani hidup di bumi. Agar manusia merasakan. Bahwa kenikmatan yang diraih dengan usaha barulah sebuah kenikmatan. Bukan kenikmatan gratis sebagaimana di surga.

Kita tidak bisa memilih. terlahir sebagai manusia, tumbuhan, atau binatang. Terlahir di keluarga miskin atau kaya. Dalam keadaan fisik normal atau cacat. dibesarkan di pegunungan, pesisir, atau padang pasir.

Singkat cerita kita terlahir sebagai manusia ke bumi. Sudah satu paket dengan takdirnya.

Bertanya kenapa harus begini, kenapa harus begitu pada proses penciptaan, hanya akan berujung kesia-siaan. Kita tidak punya kontrol sama sekali atas hal tersebut.

(bersambung)

Kenapa ya, tubuh harus begitu ?

  • Kenapa jari tangan harus 10 buah ?,
  • Kenapa tiap tangan harus lima jari ?
  • Kenapa harus dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga ?
  • Kan bisa aja didesain 3, 4 atau kurang dari 2 ?
  • Kenapa tiap jari harus ada kukunya ?
ilustrasi digenerate menggunakan midjourney dengan prompt: cute smart kids thinking about universe

Pedagogy of the Oppressed

Lagi cari cari filosofi ngajar anak biar sat set. Setelah guglang gugling, akhirnya disarankan kitab sakti ini. Kebetulan lagi males baca. Ya udah prompt aja deh ke gepeto: “Pedagogy of the Oppressed 10 main points”.

“Pedagogy of the Oppressed” is a book written by Paulo Freire that outlines his philosophy of education and social justice. Here are 10 main points from the book:

  1. Education should not be a one-way street in which teachers deposit knowledge into students’ heads. Instead, education should be a dialogue between teachers and students in which both parties learn from each other.
  2. Education is political. Teachers must be aware of the social, political, and economic context in which they teach and must work to empower students to understand and transform that context.
  3. Education should aim to empower the oppressed and marginalized. Education can be a tool for social change and liberation.
  4. Oppressive education is characterized by a “banking” model in which teachers deposit knowledge into students’ heads without regard for their lived experiences or the social context in which they live.
  5. Liberation education is characterized by a “problem-posing” model in which teachers and students work together to understand and transform the social context in which they live.
  6. The oppressed have internalized the values of their oppressors and must work to liberate themselves from these values in order to create true social change.
  7. Critical consciousness is essential for liberation. Students must be taught to question the world around them and to understand the ways in which they are oppressed.
  8. Oppression can be overcome through praxis, which is the combination of reflection and action. By reflecting on their experiences and taking action to change their world, students can become agents of social change.
  9. Education must be holistic and address the whole person, not just their intellect. This includes addressing their emotions, values, and physical well-being.
  10. Education must be grounded in love, respect, and humility. Teachers must respect their students’ knowledge and experience and must work to create a classroom environment based on love and mutual respect.

Messaging systems. Dongeng Bocil #1.

Jaman ayah kecil. Kirim pesen jarak jauh paling cepet harus lewat telegram. Tarifnya dihitung per karakter termasuk tanda baca. Ngirimnya juga gak bisa langsung dari rumah, harus jalan kaki ke kantor telkom terdekat dulu. Jaraknya kilometeran.

Sampe disana masih harus ngantri. Harus belajar cara nulis yang efisien biar dapet harga murah. Penerimanya juga gak bisa langsung baca, pesennya harus dicetak dulu di telkom tujuan. Harus nunggu dianter sama pak pos.

Kalau mau pesen suara. Harus jalan kaki dulu ke telpon umum. Siapin uang koin. Harus rela gak jajan satu hari biar bisa telfonan sama temen. Jarak yang ditelfon juga gak boleh jauh-jauh, paling maksimal satu kecamatan.

Ngobrolnya juga gak boleh lama-lama. Banyak orang lain yang ngantri di belakang kita. Kalau mau ngobrol dengan jarak lebih jauh harus pasang telepon rumah. Ngantri lama lagi karena proses pasangnya gak sederhana.

Komunikasi jarak jauh paling murah lewat surat. Nyampenya juga gak bisa dihari yang sama. Paling cepet tujuh hari atau hitungan minggu. Tergantung akses transportasi di alamat tujuan. Kalau mau lebih cepet harus beli perangko dengan harga mahal. Anjir perangko.

Kirim video ?. begh, harus nabung dulu biar bisa beli handycam sony, video player dan tivi berwarna. Kalo temen di luar pulau mau lihat video dan kirim balik ?, ya sama. Harus beli dulu handycam, video player dan tivi berwarna. Videonya direkam dalam bentuk kaset. Nanti kasetnya dikirim lewat kantor pos. Proses kirimnnya sama kayak kirim surat.

Jaman embahnya embah buyut, malah pakai burung merpati. Jarak kirimnya juga terbatas. Kalo lewat, merpatinya gak bisa pulang. Butuh uang lagi buat beli merpati serupa.

Jaman kerajaan malah pakai utusan. Misalnya dari negeri arab mau kirim pesen ke indonesia. Sang raja harus menulis surat di atas kertas. Kertasnya dikasih ke seorang utusan.

Sang utusan harus mengarungi samudera. Berbulan-bulan lamanya. Sesampainya di darat masih harus jalan lagi pakai kuda berhari-hari. Melewati gunung-gunung dan lembah. Baru pesan bisa diterima. Kalau dari indonesia mau kirim pesan balasan ?. Ya utusan tersebut harus pulang kembali dengan rute dan cara yang sama saat ia berangkat.

Itu juga dengan syarat. Utusan tidak boleh mati atau terbunuh di perjalanan. Utusan biasanya dikawal beberapa orang prajurit pengaman. Mereka harus bawa banyak perbekalan berupa emas dan makanan.

(bersambung)